kakek untuk apa kita membaca al-qur'an
Kakek untuk apa kita membaca
Al-Qur’an ?
Alkisah, hiduplah
si tua dengan ditemani cucunya di sebuah desa pegunungan. Tiap hari dia bangun
pagi-pagi dan membaca al-Quran dekat perapian dapur. SI Cucu yang
mengidolakannya berupaya mengikutinya. Berkali-kali dia ikut membaca al-Quran.
Suatu pagi usai
ikut membaca al-Quran si Cucu mengajukan pertanyaan:
“Kakek, saya
berkali-kali berupaya mengikuti Kakek membaca al-Quran. Tapi tiap kali membaca
saya merasa tak mendapatkan apa-apa. Saya tak mampu memahami apa yang saya baca! Apa yang bisa saya peroleh dari membaca al-Quran
ini?”
Kakek itu
mengambil sisa-sisa arang dari keranjang dan memasukkannya ke dalam perapian.
Lalu katanya kepada si Cucu dengan senyum ketentraman:
“Ambil lah
keranjang yang telah kosong ini! Pergilah ke sungai dan gunakan keranjang ini
untuk mengambil air!”
Demi memenuhi
perintah sang Kakek yang ia kagumi, dia pergi ke sungai untuk mengambil air.
Tentu saja ini adalah usaha yang sia-sia belaka. Sesampai di rumah keranjang
benar-benar kosong.
“Mungkin kamu
kurang cepat lari sehingga air tercecer semua,” kata si Kakek.
Dia menuruti si
Kakek. Ia mengambil air di sungai lalu berlari balik ke rumah. Tapi usahanya
tetap sia-sia. Air sama sekali tak tersisa dalam keranjang.
“Mustahil, Kek!
Mana bisa keranjang digunakan untuk mengangsu air ..!? Jika Kakek menginginkan
air akan saya ambilkan dengan timba saja!” katanya dengan agak kesal.
“Cucuku, saya
tidak memintamu mengangsu dengan timba. Saya memintamu mengangsu dengar
keranjang! Tampaknya usahamu mengangsu kurang keras .. Saya akan temani dirimu
mengangsu.”
Kakek dan cucu itu
berjalan menuju sungai. Si Cucu yakin benar bahwa ini adalah sia-sia belaka,
tapi ia ingin patuh kepada sang Kakek. Ia turun ke sungai lalu memasukkan
keranjang ke dalam air. Ia mengambil ancang-ancang lalu berlari ke arah
kakeknya yang berada di tepian sungai.
“Lihat, Kek! Sama
sekali tak ada airnya. Ini sungguh sia-sia belaka ..”
“Kamu mengira
demikian? Lihat keranjang ini cucuku .. Perhatikan lah dengan baik!”
Si Cucu melihat
penuh selidik ke arah keranjang, dan dia menemukan adanya perubahan. Keranjang
yang semula hitam dan kotor bekas arang, sekarang telah bersih dan putih.
Luarnya bersih dalamnya juga bersih.
“Demikianlah
Cucuku jika engkau mau secara istiqamah membaca al-Quran. Mungkin kamu tidak
dapat memahami apa yang engkau baca, dan juga mungkin engkau begitu cepat
melupakan sedikit yang telah engkau pahami. Tapi sebetulnya tanpa kau sadari
kamu telah membersihkan lahir dan batinmu, tepat seperti keranjang ini!.”
Masya allah akhi...
BalasHapus